Perkembangan kemajuan prestasi timnas kita ternyata masih jauh dari apa yang diharapkan. Terhentinya langkah timnas dalam babak semifinal AFF Suzuki Cup kemarin adalah barometer terkini dari prestasi tim sepakbola nasional kita. Jika di tingkat Asia Tenggara saja kita belum mampu berbicara, apalagi yang kita harapkan...? target bisa berprestasi di tingkat Asia, atau menjadi salah satu konstestan Piala Dunia tentunya akan semakin menjauh di angan angan.
Padahal jika dilihat dari kompetisi domestik yang ada , Indonesia adalah salah satu negara yg memiliki kompetisi paling bagus di Asia Tenggara dan paling paling hanya Thailand saja yang memiliki kondisi serupa. Kompetisi setiap tahun selalu bergulir, baik dari level Liga Super ( baru tahun ini ), Divisi Utama, Divisi I, Divisi II dan sampai tingkat pra divisi. Bahkan jika dilihat dari kondisi geografis dan jumlah klub yg ada , Indonesia bisa dikatakan memiliki kompetisi yang terbesar di Asia Tenggara. Dari Sabang sampai Merauke hampir semua daerah di Indonesia memiliki klub sepakbola, sebut saja Persiraja Banda Aceh di ujung barat sampai Persiwa Wamena ataupun Persipura Jaya Pura di ujung timur. Jika di Singapura pertandingan liga hanya ditonton ratusan orang , di Indonesia puluhan ribu orang bisa tumplek blek di stadion untuk menyaksikan tim kesayangannya bertanding. Itu menunjukkan bila antusiasme masyarakat terhadap olah raga ini sangat besar. Pertanyaanya, mengapa semua itu belum cukup untuk membentuk kerangka timnas yang kuat dan disegani di tingkat Internasional ...?
Menurut saya ada dua hal mendasar yang sampai saat ini kontra produktif terhadap kemajuan prestasi timnas kita.
Keberadaan pemain asing.
Keberadaan pemain asing di liga Indonesia memang memberikan warna tersendiri dan berakibat pula terhadap semakin menarik dan ketatnya kompetisi yg berjalan. Disamping itu pemain pemain lokal dapat menyerap dan mengambil contoh dari kelebihan skill yang dimiliki oleh pemain pemain asing . Akan tetapi keberadaan pemain asing juga membawa implikasi yang negatif dan cenderung tidak menguntungkan terhadap perkembangan sepakbola di negeri kita.
Pemain asing yang beredar di liga Indonesia hampir semuanya adalah pemain yang menjadi starting eleven dan merupakan pilar penting di klubnya masing masing. Mereka didatangkan oleh klub dengan nilai kontrak yang besar karena memang memiliki kualitas diatas rata rata. Sebut saja seperti Hilton Moriera , Aldo Bareto , Julio Lopez, Keith Kayamba Gumbs, Cristian Gonzales, Gaston Castanyo dan Cristiano Lopez, yang masing masing menjadi andalan lini depan Persib Bandung, PSM Makassar, Sriwijaya FC., Persik Kediri, PSIS Semarang dan Pelita Jaya Purwakarta . Kemudian Zah Rahan, Lorenzo Cabanas, Ronald Fangundez, Javier Rocha, Efallah Benson, Ali Khadafi yang masing masing selalu mengisi lini tengah dari Sriwijaya FC, Persib Bandung, Persik Kediri, Persebaya Surabaya, Arema Malang dan PSM Makassar. Serta Patrico Jimenez dan Abanda Herman yang menjadi benteng pertahanan dari PSMS Medan dan Persija Jakarta.
Pemain pemain lokal khususnya pemain pemain muda tentunya kalah bersaing dan hanya selalu menghiasi bangku cadangan jika setiap timnya bertanding, sehingga kemampuan pemain tersebut tidak terasah , miskin pengalaman dan tidak biasa menghadapi tekanan dalam setiap pertandingan. Akibatnya potensi dan bakat yang dimiliki oleh pemain muda tersebut tidak bisa tergali.
Kebijakan kuota pemain asing yang kurang tepat dan tujuan jangka pendek masing masing klub yg hanya sekedar bertujuan memburu trofi, menambah keadaan semakin memburuk. Coba bayangkan jika dana yang digunakan untuk menghadirkan pemain asing dimanfaatkan untuk membiayai pembinaan pemain muda, mungkin kita akan memiliki deretan pemain pemain timnas yang muda, berenergi, tangguh dan berkualitas seperti halnya Teratep Winotai, Terasil Dangda , Toanglo dan Suret Sukha yg menjadi motor permainan Thailand yg begitu disegani di piala AFF saat ini. Nama nama seperti Bambang Pamungkas, Budi Sudarsono, Ismed Sofyan, Charis Yulianto, Isnan Ali, Ponaryo Astaman yang permainannya sudah semakin menurun karena usia dan sudah hampir 10 tahun membela timnas mungkin tidak dibutuhkan lagi.
Jika diringkas, kurang benarnya kebijakan terhadap keberadaan pemain asing di Indonesia saat ini hanya memberikan keuntungan terhadap klub, sebagai contoh tahun lalu sewaktu Sriwijaya FC mampu mendapatkan double winner, starting mereka dihiasi oleh trio penyerang pemain asing ( Obiora, Lenglolo , Gumbs) ditambah gelandang asing dengan visi permainan mengagumkan pada diri Zah Rahan. Sedangkan bagi timnas , keberadaan pemain asing sangat menghambat lahirnya pemain pemain muda berkualitas, regenerasi timnas sangat buruk dan alhasil prestasi akan sulit dicapai bahkan dalam level Asia tenggara sekalipun seperti halnya pada perhelatan AFF Suzuki Cup tahun ini.
Faktor Fisik
Khusus untuk barisan pertahanan dan striker sudah seharusnya jika pemain timnas kita memiliki fisik yang cukup ideal . Karena untuk menghadapi pemain tim lawan yang memikili postur lebih tinggi hal itu sangat membantu. Bagi para pemain belakang , postur yg tinggi akan lebih memudahkan dalam mematahkan serangan terutama dalam menghalau umpan crossing dan bola bola lambung dari lawan. Sedangkan bagi para striker , dia akan lebih mudah untuk memenangkan duel bola bola atas dengan bek lawan. Pada saat melawan Singapura dan Thailand kemarin, kita dapat melihat betapa susahnya kita menembus pertahanan kedua negara ini. Dari segi skill olah bola pemain kita memang tidak kalah kelas dari mereka. Akan tetapi pemain semacam T A Musafri dan Aliyudin tentu akan sulit memenangkan duel dengan pemain belakang berpostur jangkung semacam Daniel Benet dan Baihaki dari Singapura ataupun Suret Shuka dari Thailand yang pernah mencicipi ketatnya liga primer bersama Manchester City. Terbukti kita tidak bisa memasukkan satu golpun kepada Singapura dan Thailand ( skor 1 – 2 melawan Thailand karena gol bunuh diri).
Selama ini timnas kita memang diisi oleh sederet pemain yg memiliki skill dan olah bola terbaik di negeri ini. Akan tetapi jika postur tidak mendukung, timnas kita tetap akan mengalami kesulitan dalam menggapai prestasi yang diinginkan apalagi jika menghadapi tim tim dari belahan bumi lain ( jazirah Arab, Eropa, Afrika, Amerika dan Australia) yang berperawakan tinggi besar. Saya sendiri punya pengalaman sewaktu aktif bermain sepak bola ( walaupun cuma pertandingan tarkam / antar kampung ). Postur yang tidak ideal seperti saya memang mengalami kesulitan jika berada di posisi striker, dan akhirnya saya bermain agak mundur kebelakang mengisi posisi gelandang.
Apabila kedua hal mendasar diatas dapat di selesaikan, saya yakin kita tidak perlu menunggu lama lagi untuk mendapatkan prestasi yang di persembahkan oleh timnas. Keberadaan pemain asing harus di kelola dan diatur dalam porsi yang tepat sehingga tidak menjadi penghambat dari munculnya bintang bintang muda berbakat di negeri kita. Bintang bintang yang memiliki skill dan fisik yang prima. Karena bagaimanapun dalam sepak bola skill dan fisik ibarat dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Anda tentu kenal pemain semacam Cristiano Ronaldo, Nistelrooy, Didier Drogba, Steven Gerrard, Frank Lampard dan Zlatan Ibrahimovic. Pemain pemain ini adalah perpaduan antara skill berkualitas dan fisik yang prima.